Oct 27, 2012

Kisah Kedai Jagung dan Mudik yang Santai

Salah satu Kedai jagung di sepanjang jalan Bojong Lopang/koleksi Pribadi
Perjalanan 2 jam itu melelahkan, apalagi menyusuri jalanan yang berkelok-kelok sepanjang 70 km diantara hutan, bukit dan perkebunan yang memberikan nuansa hijau nan segar. Di kelokan yang kesekian, dan penat sudah begitu menyita benak, sebuah kedai sederhana memikat hati untuk mampir sejenak, atau mungkin bisa jadi akan lama bercengkerama memamah rasa.

Sebuah Jagung yang sudah di bakar, dan secangkir kopi telah siap menemani rehat di kedaijagung itu. ada 3 pasang mudamudi yang sama-sama mampir di kedai itu, begitu bahagia tampaknya bercengkerama diantara gigitan-gigitan butir jagung yang panas menggoda. 

Kawasan kedai-kedai Jagung sepanjang 500 meter itu memang menggoda, diantara liukan jalan beraspal bergelombang dan kirikanan perbukitan membuat kita ingin berhenti sejenak dari perjalanan jauh, kemudian menikmati alamnya tentu saja harus ada alasan yang bisa bikin berlama-lama, yah kedai jagung lah alasan itu.
 
 

Di Kedai ini kita bisa menikmati Jagung bakar dengan tambahan rasa bila kita inginkan, jagung rebus yang baru saja diangkat juga tersedia sambil nunggu jagung yang sedang dibakar, kopi berbagai merk silahkan seduh sendiri, dan minuman lain sebagai teman menikmati hidangan-hidangan yang dipesan. 

Harga menurut saya itu cukup pas di kantong, Rp 7000 untuk satu Jagung Bakar dan segelas kopi instan. Bila kamu ingin membawa sebagai oleh-oleh, bolehlah kalian beli jagung itu seharga 2000 per biji baik yang udah di rebus maupun masih mentah, dan tentunya untuk mendapatkan diskon, kalian cobalah nego dengan pesanan yang lebih banyak. 

Bila kita bertujuan ke Selatan Pajampangan, dan baru saja menempuh 35 kilometer dari pusat kota, tentu mampir sejenak juga tidak disalahkan, sambil kemudian ceck kendaraan dan alternatif isi bensin di POM yang berjarak 15 meter dari Kedai.


Oh iya, jagung yang ada di kedai itu berjenis jagung manis yang didapat dari pengumpul jagung yang berkeliling memasok bahan mentah ke kedai-kedai itu, tentu jangan harap jagung berasal dari kebun sendiri si pemilik kedai, karena omset hariannya memerlukan jumlah jagung yang tak terbatas pasokannya sehingga perhari si kedai haruslah menyediakan minimal satu karung jagung.



Oct 18, 2012

Cerita Hutan Kita dan Pentingnya Legalitas Kayu

Apa yang kalian fikirkan dari sebatang kayu?
Saya memikirkan sebuah karya seni berupa ukiran yang di buat dari sebatang kayu yang langka dan kemudian di ukir lalu tibatiba terbang ke negeri entah berantah dengan harga selangit! dan sepemilik dengan bangga akan memajangnya dengan penuh kemewahan.

Tapi pernah kalian memikirkan dari mana asal kayu itu, bagaimana prosesnya hingga bisa terbang berMil-mil jauhnya dan apakah kayu ini legal? lho ... apa pula itu kayu legal? bukannya selama kayu itu dijual oleh pemiliknya maka itu syah! 

Otak saya kemudian terbang ke suatu masa di sebuah tempat yang dulu saya ditakdirkan untuk menjadi dewasa, yah ditanah yang mana Gajah disekolahkan, Hutan di perebutkan, dan dinasti begitu pongahnya dijadikan permainan segelintir keluarga atas nama adat. Lampung, yang juga merupakan daerah asal dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan merupakan dimana saya beranjak dewasa dan mengenal logika dan dialektika.

Nah, disanalah saya teringat bagaimana seorang teman yang memiliki Hutan yang dikelola sendiri, namun disaat menjual ternyata harus diribetkan dengan surat-surat legalitas kayu miliknya sendiri untuk keperluan jual beli lintas pulau. Yang terbersit dalam benak saya, MAHAL biaya karena memang ada banyak pihak yang harus kebagian. 


Disebuah forum yang difasilitasi Kehati, UKaid dan Kementrian Kehutanan saya kembali di ingatkan atas hal diatas, tentang kayu, tentang legalitas, dan yang lebih jauh lagi tentang kenapa sih kayu itu harus legal, kemudian apa manfaatnya bagi keberlangsungan Hutan di Indonesia.

Melalui paparan yang bersemangat, dan cerita yang mengalir dari kerisauan seorang Diah Y. Raharjo Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia di acara Blogger Gathering and Discussion on Indonesian Legal Wood/SVLK di Kuntum Farm Field Tajur Bogor tanggal 13 Oktober 2012 kemaren, terbentang berbagai fakta bagaimana arti penting sebuah legalitas kayu dan fakta-fakta persoalan ilegal logging di Indonesia.

Apa manfaat legalitas kayu?

  1. Secara umum ada beberapa hal dari manfaat legalitas kayu, berikut hal awam dari kemanfaatan adanya legalitas kayu:
  2. Kayu legal memiliki akses pasar yang luas baik dipasar domestik bahkan untuk pasar internasional
  3. Kayu legal menjamin keberlangsungan hutan lestari, karena adanya prosedur pengelolaan hutan lestari yang disyaratkan dalam mendapatkan legalitas.
  4. Kayu legal tentunya meningkatkan nilai jual kayu yang akan dijual secara internasional.
  5. dan yang cukup penting adalah dengan adanya legalitas kayu akan meminimalisir ekonomi biaya tinggi akibat pungutan liar proses distribusi kayu.


Lho, bermanfaat banget ya, pasti program semacam ini akan didukung semua pihak dong?
Di negeri yang complicated gini kadang tidak semua hal yang baik itu jadi mudah, dan kemudian berhasil karena didukung semua pihak. Kok bisa?

Mari kita bedah, ini yang saya dapatkan dari pencerahan yang di sampaikan Ibu Direktur sepanjang pagi jelang siang sabtu kemarin itu.

Masalah yang menimpa niat baik atas nama legalitas perkayuan Indonesia memang berasal dari keruwetan birokasi negeri ini yang carut marut, ditambah mental para penguasa serta pihak-pihak yang mengambil keuntungan sesaat yang penuh ketidakjujuran.

Sosialisasi dari kepentingan legalitas kayu menjadi absurd, ketika pihak berwenang dan yang berkepntingan sendiri ketakutan atas pemberlakuan sistem ini, tentunya karena praktek-praktek tidak jujur yang mendera sistem. Penghambatan dari berbagai sektor juga menjadi tambah rumit akibat penggunaan media yang tidak netral dan memihak pemilik modal, makin menyulitkan posisi pejuang-pejuang perkayuan sebenarnya.



Ok, sebelum berlanjut ke SVLK yang sedang hangat-hangatnya di perbincangkan stakeholder perkayuan nasional hingga internasional, mari coba kita telusuri hubungan lain legalitas kayu dengan kondisi Hutan serta Industri Kayu di Indonesia.


Perubahan pola perdagangan dunia menuju pasar bebas semakin nyata. Penghapusan tariff barrier untuk produk impor telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, beberapa negara tujuan ekspor produk kayu menetapkan non-tariff barrier, seperti penetapan persyaratan teknis untuk suatu produk agar dapat diimpor.

Uni Eropa sebagai salah satu Negara tujuan ekspor utama produk-produk kayu Indonesia melalui Voluntary Partnership Agreement (VPA) dengan pemerintah Indonesia, mensyaratkan hanya produk kayu "legal" yang boleh diekspor ke Eropa.

Amerika Serikat, dengan penerapan amandemen Lacey Act, mensyaratkan adanya self declare dari importir yang menyatakan bahwa hanya "kayu legal" yang diimpor.

Selain itu, berbagai permintaan dari importir produk kayu yang mensyaratkan adanya sertifikat Sustainable Forest Management (SFM) untuk setiap produk kayu yang diimpor juga semakin meningkat. Hal-hal tersebut merupakan bukti semakin meningkatnya permintaan pasar akan produk kayu yang legal dan lestari.

Jaminan legalitas produk kayu dibuktikan dengan adanya sistem yang dibangun dalam pergerakan kayu mulai dari hutan sebagai sumber kayu, industri sebagai produsen produk kayu, hingga ke pemasaran hasil olahannya. Atas tuntutan tersebut, industri harus dapat memberikan jaminan kepada konsumen bahwa bahan baku kayu yang digunakan berasal dari sumber yang legal. Sertifikasi merupakan salah satu sarana untuk memberikan jaminan legalitas produk kayu sehingga produk tersebut dapat diterima pasar internasional. (Arti Penting legalitas kayu)



Ketika maraknya ilegal logging baik yang benar-benar tak terlihat maupun yang di pelihara oleh oknum-oknum, tentunya yang diuntungkan adalah negara-negara yang menerima masuknya kayu-kayu ilegal dan kemudian dengan liciknya di sertifikasi dinegara tersebut kemudian di claim menjadi kayu legal dari negera mereka yang kemudian di jual ke negara-negara tujuan ekspor.

Maka, Indonesia KO tiga set langsung bila diibaratkan dalam pertandingan Bulu Tangkis yang Indonesia pun kini terpuruk, bagaimana tidak, ada tiga hal yang secara langsung merugikan Indonesia dari masalah ini:

Pertama, Rusaknya Hutan Indonesia akibat tata kelola hutan yang tidak benar karena pembalakan liar. yang Kedua, kerugian potensi Pendapatan negara dari sektor kayu akibat rendahnya daya jual produk yang tidak layak ekspor, dan tentunya yang paling menyedihkan makin rusaknya citra positif Indonesia dimata perdagangan internasional akibat ulah segelintir orang yang hanya ingin mendapatkan keuntungan sesaat.

Lalu, apa sebenernya yang sedang Pemerintah dan Pelaku penyelamatan Hutan Indonesia lakukan agar hal ini tetap dalam jalan yang benar? dan bagaimana menjadikan Perkayuan Indonesia menjadi bermanfaat serta jadi sesuatu yang bernilai jual, berdaya saing tinggi?

SVLK lah jawabannya, nah mari kita coba bongkar lagi apa itu SVLK?



Apakah SVLK itu?

Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem verifikasi legalitas kayu dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.

Mengapa SVLK ?

Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Para petani dari hutan rakyat dan masyarakat adat dapat menaikkan posisi tawar dan tidak perlu risau hasil kayunya diragukan keabsahannya ketika mengangkut kayu untuk dijual. Para produsen mebel yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri.

Keberadaaan SVLK telah mendapat dukungan luas baik dari pihak pemerintah, swasta, asosiasi pengusaha kehutanan, perwakilan masyarakat adat, LSM kehutanan dan masyarakat adat, dan para perwakilan institusi pendidikan terkemuka di Indonesia, seperti IPB dan UGM. 

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (Versi Stakeholder) 

Hingga saat ini, laju deforestasi di Indonesia mencapai angka 2,8 juta Ha/tahun (FAO, 2007) mendorong munculnya inisiatif untuk mendefinisikan standar legalitas kayu hingga pengembangan sistem verifikasinya. Proses ini dimulai sejak tahun 2002 dalam kerangka MoU Indonesia-Inggris.

Memorandum ini mengawali berbagai kegiatan penyusunan standar legalitas kayu di Indonesia yang
berlangsung melalui banyak tahap, dan melibatkan banyak pihak. pada tahun 2005 muncul beberapa inisiatif antara lain program FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) oleh Uni Eropa (UE), yang ”bergerak”di wilayah perdagangan kayu, yang kemudian ditindaklanjuti dengan adanya program persetujuan kemitraan sukarela (Voluntary Partnership Agreement, VPA). Pada 8 Januari 2007 diselenggarakan pernyataan bersama antara Pemerintah Indonesia dengan Komisi Eropa untuk dapat memulai proses negosiasi VPA. Dengan menandatangani VPA, Indonesia akan memastikan bahwa kayu yang diekspor ke UE adalah kayu legal. Sementara UE akan bertanggung jawab dalam meningkatkan kapasitas dan melarang kayu illegal memasuki pasar UE.

Serangkaian proses yang berlangsung bertujuan untuk menghasilkan standar yang diharapkan mampu memberi kepastian bagi semua pihak: pembeli, pemilik industri, pengusaha, penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat. Hal ini sangat penting untuk peningkatan efisiensi produksi dan kredibilitas kayu Indonesia di mata dunia, mulai dari penyusunan standar legalitas, adanya kelembagaan yang mengimplementasikan SVLK (tata kelola (governing), akreditasi, verifikasi, lisensi, penyelesaian keberatan, dan pemantauan), hingga adanya prosedur verifikasi legalitas kayu yang mengatur tata hubungan dan tahapan pelaksanaan verifikasi legalitas kayu oleh masing-masing pihak.

Kondisi Hutan Indonesia saat ini memang dalam kondisi Darurat, Pemberlakuan SVLK sebagai tata kelola baru Kehutanan harus didukung dan dikawal oleh semua pihak, komitmen Pemerintah melalui Kementrian Kehutanan untuk pemberlakuan SVLK awal Tahun 2013 harus mendapat perhatian penuh, 200 lebih Unit Usaha Hutan Kayu yang sudah melakukan Sertifikasi Legalitas Kayu harus menjadi modal dan jangan di sia-sia kan.

Ayo sosialiasikan Arti Penting #SVLK dan Selamatkan Hutan Indonesia untuk anak cucu kita!



Artikel Terkait: